Ahok: Apa Duitnya Tidak Merata?

BOLEHNONTON.COM

Harian Online - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menegaskan pihak eksekutif tidak mungkin terlibat dalam kasus suap PT. Agung Podomoro Land kepada Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.

Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja diketahui menyuap Sanusi senilai Rp 1,140 miliar.

Atas kasus suap itu keduanya dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ahok menegaskan tidak mungkin pihak eksekutif terlibat dalam kasus itu.

Pasalnya yang diduga ada 'permainan' suap, antara pengembang reklamasi dengan Sanusi demi mengubah draf Pasal 116 Soal Kerja Sama Usaha di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Pasal 116 Soal Kerja sama Usaha:

Ayat (6) sistem pengenaan kewajiban terdiri dari: kewajiban, kontribusi, kontribusi tambahan.

Ayat (9) kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri dari memberikan kontribusi lahan seluas 5% dari total luas lahan hak pengelolaan lahan (HPL)

Ayat (11) tambahan kontribusi dihitung sebesar 15% dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan Ayat (12) ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme perhitungan, prosedur pembayaran, lokasi, besaran, dan jenis pengenaan kewajiban diatur dalam Peraturan Gubernur.

Di mana pihak eksekutif untuk rumusan tambahan kontribusi pengembang bersikeras dengan rumus 15 persen x Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) x Saleable Area.

Sedangkan legislatif, ingin rumus itu diganti dan 15 persen dihilangkan.

"Enggak mungkin (eksekutif terlibat). Justru kita yang ciptakan 15 persen. Kalau saya lihat, ini masalah kewajiban mau di deal. Beberapa kali mereka minta 15 persen dihilangkan. Saya bilang enggak bisa. Perda kan mesti berdua," ujar Ahok di Rusunawa Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu (2/4/2016)

Ahok menyebut pihaknya bertahan di angka 15 persen.

Karena bila hilang, kontribusi pengembang untuk pembangunan kota akan terkikis.

Dana pengembang, kata Ahok, untuk pembangunan rumah susun dan bangun pompa untuk mengatasi banjir.

"Tiap jual tanah dihitung NJOP dan dipakai buat bangun rumah susun dan bangun pompa untuk mengatasi banjir. Kalau gitu (15 persen hilang) buat apa kasih orang (pengembang) bangun pulau, kalau dia enggak kontribusi ke kita," ujar Ahok.

Hal itu, yang diduga Ahok menjadi alasan dua raperda pembahasan DPRD yang terkait dengan proyek reklamasi, yakni Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (ZWP3K) dan Raperda Tata Ruang Kawasan Stategis Pantai Utara Jakarta tidak kunjung disahkan.

Diduga ada tarik ulur oleh oknum DPRD DKI karena pengembang ingin menurunkan kewajiban tambahan reklamasi menjadi lima persen nilai jual obyek pajak, dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 15 persen oleh Pemprov DKI Jakarta.

Paripurna pengesahan dua raperda itu, tidak kunjung disahkan hingga saat ini.

"Saya enggak ngerti kenapa enggak mau paripurna, sudah 3-4 kali saya datang enggak ada orang. Saya tidak tahu alasannya apa. Apa duitnya enggak merata? Saya tidak tahu," kata Ahok.

Pengesahan dua Raperda itu, tidak kunjung disahkan. Bahkan terhitung sudah tiga kali Rapat Paripurna diundur.

Yang terbaru adalah pembatalan pengesahan Raperda ZWP3K pada Kamis (17/3/2016).

Penyebabnya, karena tak kuorumnya jumlah anggota DPRD yang hadir.

Saat itu, jumlah anggota DPRD yang hadir dalam rapat paripurna hanya 50 orang.

Padahal, jumlah keseluruhan anggota DPRD (termasuk para pimpinan) ada 106 orang.

Sumber :  tribunnews.com
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar